Seperti yang dikatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu, penanganan kasus BLBI yang menggunakan instrumen Undang-undang pidana khusus dianggap sudah selesai meskipun masih ada masalah menyangkut uang negara. Penyelesaiannya soal itu sudah diserahkan ke Menteri Keuangan.
Menurut Hendarman, kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau Surat Perintah Penghentian Perkara (SKP3) merupakan produk hukum yang diserahkan kepada penyidik.
Untuk itu masyarakat sangat berharap kepada KPK menuntaskan kasus ini. Empat tim yang dibentuk KPK diharapkan bisa memberikan hasil sesuai harapan masyarakat akan upaya pemberantasan korupsi.
KPK telah mengerahkan timnya untuk menelaah kasus itu. Tim pertama, ditugaskan membahas perkara BLBI yang telah dilimpahkan ke pengadilan. Bila ada temuan yang terputus dalam perkara tersebut, KPK hanya akan mengeksekusi terhadap aset-aset yang ada pada perkara itu. Di antara 9 perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, KPK akan memeriksa aset-aset negara, yang sudah dikembalikan maupun yang belum dikembalikan.
Tim kedua akan mengkaji Surat Keterangan Lunas (SKL) yang dikeluarkan terhadap 9 bank, termasuk BDNI dan BCA. Tim ketiga, diketuai Suwardji yang membidangi perkara-perkara BLBI yang tidak ditemukan unsur pidananya. Sementara Tim keempat, akan mengkaji perkara-perkara BLBI yang diserahkan ke Kejaksaan Agung berupa 8 bank.
Seperti diketahui, Kejagung pada 13 Juli 2004 menerbitkan SP3 atas kasus BLBI I (melibatkan Bank Central Asia dan menyeret obligor Anthony Salim) dan BLBI II (melibatkan Sjamsul Nursalim).
Ketika Hendarman Supandji memegang jabatan Jaksa Agung, kasus ini kembali diselidiki untuk melihat apakah SP3 tanggal 13 Juli 2004 itu cukup alasan secara hukum.
Namun, pada 29 Februari 2008 Kejagung kembali menghentikan penyelidikan kedua kasus itu, karena tidak ditemukan unsur dugaan perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
Pengamat hukum Universitas Padjajaran (Unpad), Chairul Huda mengatakan, penuntasan tindak pidana yang berhubungan dengan perbankan termasuk kasus BLBI rawan adanya konspirasi dan manipulasi. Untuk itu harus diambil tindakan tegas.
“Banyak keanehan yang terjadi. Masyarakat mempertanyakan keseriusan lembaga penegak hukum untuk menyelesaikan kasus ini,”ujarnya.
Chairul berharap KPK mengambil alih dan konsentrasi menuntaskan kasus BLBI. Meski KPK terbentur dengan Undang-undangnya yang tidak menganut azas retroaktif (berlaku surut), tapi itu dimungkinkan untuk diambil alih.
“Dalam UU KPK menyebutkan bahwa KPK berwenang menyidik kasus tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam UU No. 31 tahun 1999,” paparnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu menilai kejaksaan tidak mampu untuk mengusut tuntas kasus BLBI.
“Kejagung yang berkaitan dengan masalah-masalah besar pasti lepas tangan. Malah, itu menjadi pertannyaan saya kenapa Depkeu yang harus menuntaskan kasus BLBI yang hampir mencapai Rp 700 triliun,” kata Tom.
Dia pesimis kasus-kasus besar mampu terselesaikan di negeri ini. Apalagi pengambil kebijakannya tidak tegas, ditambah lagi tidak ada tindakan dari penegak hukumnya.
Tom melihat ada tarik menarik diantara penegak hukum untuk selesaikan kasus BLBI. “Jangan seperti bola pimpong dong. Kita seharusnya menuntut kejaksaan untuk tuntaskan kasus ini,” ucapnya.
Soal kemungkinan KPK bakal menangani kasus ini, Tom mengatakan itu tidak masalah meski UU KPK tidak berlaku surut.” Jangan salah, tahun 1972 juga sudah ada UU korupsi kok,” tukasnya.
“Harus Koordinasi Dengan Depkeu”
Dewi Asmara, Anggota Komisi III DPR
Terkait kasus BLBI, anggota Komisi III DPR, Dewi Asmara mengatakan, memang sudah ada beberapa orang yang melunasi ke negara. Tapi ada juga yang belum.
Mengenai kasus BLBI telah ditangani Departemen Keuangan (Depkeu), Dewi mengatakan, memang diperlunya pengecekan kembali.
“Tapi sepengetahuan saya kasus BLBI itu kan ada yang sudah menyelesaikan dan tinggal menukarkan kewajibannya dengan perjanjian asetnya. Kalau tidak salah itu pada zamannya Presiden Megawati, waktu itu ada yang sudah menyerahkan dan dianggap tidak punya tanggungjawab lagi,” tuturnya.
“Tapi yang tahu sudah bayar atau belum itu Depkeu. Untuk itu, aparat penegak hukum harus koordinasi dengan Depkeu,” cetusnya.
“Kejaksaan Perlu Tingkatkan Kinerjanya”
M Ali Zaidan, Anggota Komisi Kejaksaan
Anggota Komisi Kejaksaan, M Ali Zaidan mengatakan KPK bisa saja mengambil alih kasus BLBI yang tadinya ditangani kejaksaan.
“KPK dengan segenap kewenangan yang dimiliki dapat berperan sebagai trigger mechanism. Sebab, lembaga yang ada tidak lagi efektif, akibat kebijakan itu validitasnya tidak bisa diuji ke pengadilan,”kata Ali Zaidan kepada Rakyat Merdeka.
Menurutnya, ada tiga hal yang harus menjadi perhatian. Pertama, dalam kendala yuridis, kasus itu pernah dikeluarkan realese and discharge (R&D) yang artinya debitur telah melunasi utang-utangnya sehingga diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL).
Kedua, kasus ini mengalami kesulitan mencari alat-alat bukti maupun saksi. Akibatnya penuntasannya mengalami stagnansi. Ketiga, dengan prosedur hukum normal tidak mungkin digunakan untuk menuntaskan kasus tersebut.
“Karena itu, KPK yang bersifat extra ordinary bisa menangani kasus itu. Untuk kejaksaan, perlu tingkatkan lagi kinerjanya menuntaskan kasus-kasus besar,”cetusnya.
“Kejaksaan Tidak Menanganinya Lagi”
Marwan Effendy, JAM Pidsus
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy menegaskan kasus BLBI tidak lagi ditangani kejaksaan.
“Persoalan itu (BLBI) sudah selesai, kejaksaan tidak menanganinya lagi. Yang belum selesai kami serahkan ke Menteri Keuangan (Menkeu) untuk diselesaikan melalui penyelesaian out of court settlement,” kata Marwan Effendy yang dikonfirmasi Rakyat Merdeka, kemarin.
Disinggung apakah ada kemungkinan kasus BLBI yang diduga melibatkan Syamsul Nursalim dibuka kembali, Marwan enggan berkomentar. Dia hanya mengatakan agar itu ditanyakan kepada Menkeu.
“Pimpinan Mau Dengar Hasil Kerja Tim Dulu”
Haryono Umar, Wakil Ketua KPK
Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail menganggap kasus BLBI yang melibatkan kliennya itu sudah selesai. Harusnya tidak dipermasalahkan lagi.
“Sebenarnya yang menimbulkan masalah baru itu kan kejaksaan. Kemudian, masalah ini diserahkan ke Departemen Keuangan (Depkeu). Kami anggap kasus itu sudah selesai,” kata Maqdir Ismail kepada Rakyat Merdeka.
Bukan hanya itu, Maqdir menegaskan kalau seluruh kewajiban kliennya itu sudah ditunaikan kepada negara. “Semua sudah diserahkan dan sudah ada Surat Keterangan Lunas (SKL). Apalagi kasus itu sudah di SP3 (dihentikan),” tegasnya.
Mengenai kondisi Syamsul Nursalim, Maqdir mengaku yang bersangkutan kini sedang sakit. Apalagi usia Sjamsul kini sudah hampir memasuki 70 tahun.
Terkait kemungkinan kasus BLBI ini ditangani KPK, Maqdir pesimis. “Apa bisa KPK tangani. Kasus ini terjadi sebelum lahirnya KPK. Artinya, KPK itu seharusnya tidak retroaktif,”ucapnya.
Menurutnya, KPK tidak bisa masuk ranah kasus itu. Sesuai Undang-undang tidak ada landasan KPK. “Kecuali jika negara ini dalam keadaan darurat kemudian semuanya bisa ditangani KPK,”cetusnya.
“Saya Akan Cek Dulu”
Harry Soeratin, Karo Humas Depkeu
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan (Karo Humas Depkeu), Harry Z Soeratin ketika dihubungi belum bisa memberikan keterangan terkait penyelesaian kasus BLBI yang sudah diserahkan ke departemen itu.
“Nanti, saya akan cek dulu biar ada keterangan yang lebih jelas,” kata Harry kepada Rakyat Merdeka.
Sebelumnya, Harry mengatakan, obligor pemegang saham pengendali Bank Deka, saat ini sedang ditindaklanjuti penanganannya oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Jakarta.
“Untuk yang lain sedang dalam proses dimintakan perhitungan BPK. Insya Allah diupayakan selesai awal 2010,” tuturnya.
Setelah itu, menurut Harry, akan diserahkan kepada PUPN Jakarta untuk ditindaklanjuti sebagaimana ketentuan yang berlaku. [RM])
sumber : rakyatmerdeka
0 komentar:
Posting Komentar