Sabtu, 30 Januari 2010

Empat Tim Bentukan KPK Bakal Ekspos Kasus BLBI

KPK diharapkan secepatnya mengambil alih kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diduga merugikan negara hampir Rp 700 triliun. Apalagi kejaksaan sudah tidak bisa diharapkan menangani kasus ini.

Seperti yang dikatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu, penanganan kasus BLBI yang menggunakan ins­trumen Undang-undang pidana khusus dianggap sudah selesai meskipun masih ada masalah menyangkut uang negara. Penyelesaiannya soal itu sudah di­serahkan ke Menteri Keuangan.


Menurut Hendarman, ke­we­nangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau Surat Perintah Peng­hentian Perkara (SKP3) me­ru­pakan produk hukum yang di­se­rahkan kepada penyidik.

Untuk itu masyarakat sangat berharap kepada KPK menun­taskan kasus ini. Empat tim yang dibentuk KPK diharapkan bisa memberikan hasil sesuai harapan masyarakat akan upaya pem­berantasan korupsi.

KPK telah mengerahkan tim­nya untuk menelaah kasus itu. Tim pertama, ditugaskan mem­bahas perkara BLBI yang telah dilimpahkan ke pengadilan. Bila ada temuan yang terputus dalam perkara tersebut, KPK hanya akan mengeksekusi terhadap aset-aset yang ada pada perkara itu. Di antara 9 perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, KPK akan memeriksa aset-aset negara, yang sudah dike­m­balikan maupun yang belum dikem­balikan.



Tim kedua akan mengkaji Surat Ke­terangan Lunas (SKL) yang di­ke­luarkan terhadap 9 bank, termasuk BDNI dan BCA. Tim ketiga, di­ketuai Suwardji yang mem­bi­da­ngi perkara-per­kara BLBI yang tidak di­temukan un­sur pida­na­nya. Sementara Tim ke­empat, akan mengkaji perkara-per­kara BLBI yang diserahkan ke Kejaksaan Agung berupa 8 bank.

Seperti diketahui, Kejagung pada 13 Juli 2004 menerbitkan SP3 atas kasus BLBI I (me­li­bat­kan Bank Central Asia dan me­nye­ret obligor Anthony Salim) dan BLBI II (melibatkan Sjamsul Nursalim).

Ketika Hendarman Supandji me­megang jabatan Jaksa Agung, kasus ini kembali diselidiki untuk melihat apakah SP3 tanggal 13 Juli 2004 itu cukup alasan secara hukum.

Namun, pada 29 Februari 2008 Kejagung kembali menghentikan penyelidikan kedua kasus itu, karena tidak ditemukan unsur dugaan perbuatan melawan hu­kum yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

Pengamat hukum Universitas Padjajaran (Unpad), Chairul Huda mengatakan, penuntasan tindak pidana yang berhubungan dengan perbankan termasuk kasus BLBI rawan adanya kons­pirasi dan manipulasi. Untuk itu harus diambil tindakan tegas.

“Banyak keanehan yang ter­jadi. Masyarakat mem­per­ta­nya­kan keseriusan lembaga penegak hukum untuk me­nye­lesaikan ka­sus ini,”ujarnya.

Chairul ber­ha­rap KPK meng­am­bil alih dan kon­sentrasi me­nun­tas­kan kasus BLBI. Meski KPK ter­ben­tur dengan Undang-undangnya yang ti­dak menganut azas retroaktif (berlaku surut), tapi itu di­mung­kinkan untuk di­ambil alih.

“Dalam UU KPK me­nyebutkan bahwa KPK berwenang me­nyi­dik kasus tindak pi­da­na ko­rupsi sebagaimana dite­ntukan dalam UU No. 31 tahun 1999,” paparnya.

Sementara itu Direktur Ek­sekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indo­nesia (KP3I), Tom Pasaribu me­nilai kejaksaan tidak mampu un­tuk mengusut tuntas kasus BLBI.

“Kejagung yang berkaitan dengan masalah-masalah besar pasti lepas tangan. Malah, itu menjadi pertannyaan saya kenapa Depkeu yang harus menuntaskan kasus BLBI yang hampir men­capai Rp 700 triliun,” kata Tom.

Dia pesimis kasus-kasus besar mampu terselesaikan di negeri ini. Apalagi  pengambil ke­bijakannya tidak tegas, ditambah lagi tidak ada tindakan dari penegak hukumnya.

Tom melihat ada tarik me­narik diantara penegak hukum untuk selesaikan kasus BLBI. “Jangan seperti bola pimpong dong. Kita seharusnya menuntut kejaksaan untuk tuntaskan ka­sus ini,” ucap­nya.

Soal kemungkinan KPK bakal menangani kasus ini, Tom me­ngatakan itu tidak masalah meski UU KPK tidak berlaku su­rut.” Jangan salah, tahun 1972 juga sudah ada UU korupsi kok,” tukasnya.

“Harus Koordinasi Dengan Depkeu”
Dewi Asmara, Anggota Komisi III DPR

Terkait kasus BLBI, ang­gota Ko­misi III DPR, Dewi As­mara me­nga­takan, memang sudah ada be­be­rapa orang yang melunasi ke ne­gara. Tapi ada juga yang belum.

Mengenai kasus BLBI telah ditangani Departemen Keuangan (Depkeu), Dewi mengatakan, memang diper­lunya pe­nge­cekan kembali.

“Tapi sepengetahuan saya kasus BLBI itu kan ada yang sudah menye­lesaikan dan tinggal me­nu­karkan ke­wajibannya de­ngan perjanjian aset­nya. Ka­lau tidak salah itu pada zamannya Presiden Meg­a­wati, waktu itu ada yang su­dah menyerahkan dan di­anggap tidak punya tang­gungjawab lagi,” tuturnya.

“Tapi yang tahu sudah bayar atau belum itu Depkeu. Untuk itu, aparat penegak hukum harus koordinasi dengan Depkeu,” cetusnya.

“Kejaksaan Perlu Tingkatkan Kinerjanya”
 M Ali Zaidan, Anggota Komisi Kejaksaan

Anggota Komisi Kejaksaan, M Ali Zaidan mengatakan KPK bisa saja mengambil alih kasus BLBI yang tadinya ditangani kejaksaan.

“KPK dengan segenap kewenangan yang dimiliki dapat berperan sebagai trigger mechanism. Sebab, lembaga yang ada tidak lagi efektif, akibat kebijakan itu validitasnya tidak bisa diuji ke penga­dilan,”kata Ali Zaidan kepada Rakyat Merdeka.

Menurutnya, ada tiga hal yang harus menjadi perhatian. Pertama, dalam kendala yuridis, kasus itu pernah dikeluarkan realese and discharge (R&D) yang artinya debitur telah melunasi utang-utangnya sehingga diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL).

Kedua, kasus ini mengalami kesulitan mencari alat-alat bukti maupun saksi. Akibatnya penuntasannya mengalami stagnansi. Ketiga, dengan prosedur hukum normal tidak mungkin digunakan untuk menuntaskan kasus tersebut.

“Karena itu, KPK yang bersifat extra or­dinary bisa menangani kasus itu. Untuk ke­jak­­saan, perlu tingkatkan lagi kinerjanya me­­nun­taskan kasus-kasus besar,”cetusnya.

“Kejaksaan Tidak Menanganinya Lagi”
Marwan Effendy, JAM Pidsus

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy menegaskan kasus BLBI tidak lagi dita­ngani kejaksaan.

“Persoalan itu (BLBI) su­dah se­lesai, kejaksaan tidak m­e­nanganinya lagi. Yang be­lum selesai kami serahkan ke Men­teri Keuangan (Menkeu) untuk diselesaikan melalui penye­lesaian out of court settlement,” kata Marwan Effendy yang dikonfirmasi Rakyat Merdeka, kemarin.

Disinggung apakah ada ke­mungkinan kasus BLBI yang diduga melibatkan Syamsul Nursalim dibuka kembali, Mar­wan enggan berkomentar. Dia ha­nya mengatakan agar itu di­ta­nyakan kepada Menkeu.

“Pimpinan Mau Dengar Hasil Kerja Tim Dulu”
Haryono Umar, Wakil Ketua KPK

Kuasa Hukum Sjamsul Nur­salim, Maqdir Ismail meng­anggap kasus BLBI yang me­libatkan kliennya itu sudah selesai. Harusnya tidak diper­masalahkan lagi.

“Sebenarnya yang me­nim­bulkan masalah baru itu kan kejaksaan. Kemudian, masalah ini diserahkan ke Departemen Keuangan (Depkeu). Kami anggap kasus itu sudah se­lesai,” kata Maqdir Ismail kepada Rakyat Merdeka.

Bukan hanya itu, Maqdir me­negaskan kalau seluruh ke­wa­jiban kliennya itu sudah ditu­naikan kepada negara. “Se­mua sudah diserahkan dan su­dah ada Surat Keterangan Lu­nas (SKL). Apalagi kasus itu sudah di SP3 (dihen­ti­kan),” tegasnya.

Mengenai kondisi Syamsul Nursalim, Maqdir mengaku yang bersangkutan kini sedang sakit. Apalagi usia Sjamsul kini sudah hampir memasuki 70 tahun.

Terkait kemungkinan kasus BLBI ini ditangani KPK, Maq­dir pesimis. “Apa bisa KPK tangani. Kasus ini terjadi se­belum lahirnya KPK. Artinya, KPK itu seharusnya tidak re­troaktif,”ucapnya.

Menurutnya, KPK tidak bisa masuk ranah kasus itu. Sesuai Undang-undang tidak ada lan­dasan KPK. “Kecuali jika ne­gara ini dalam keadaan darurat kemudian semuanya bisa di­tangani KPK,”cetusnya.

“Saya Akan Cek Dulu”
Harry Soeratin, Karo Humas Depkeu

Kepala Biro Hubungan Ma­syarakat Departemen Keuangan (Karo Humas Depkeu), Harry Z Soeratin ketika dihubungi belum bisa memberikan keterangan terkait penyelesaian kasus BLBI  yang sudah di­serahkan ke departemen itu.

“Nanti, saya akan cek dulu biar ada keterangan yang lebih jelas,” kata Harry kepada Rak­yat Merdeka.

Sebelumnya, Harry menga­takan, obligor pemegang saham pengendali Bank Deka, saat ini se­dang ditindaklanjuti pena­nga­nan­nya oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Jakarta.

“Untuk yang lain sedang dalam proses dimintakan per­hi­tungan BPK. Insya Allah di­upa­yakan selesai awal 2010,” tu­turnya.

Setelah itu, menurut Harry, akan diserahkan kepada PUPN Jakarta untuk ditindaklanjuti sebagaimana ketentuan yang berlaku. [RM])
sumber : rakyatmerdeka

0 komentar:

Posting Komentar