SEJAK krisis moneter dan krisis ekonomi melanda Indonesia pertengahan tahun 1997, pemerintah sudah banyak membuat kebijakan di bidang perbankan nasional. Tujuannya, tentu saja untuk memulihkan kondisi perbankan dan akhirnya pemulihan ekonomi secara keseluruhan. 1 November 1997 : Pemerintah melikuidasi 16 bank umum swasta nasional. Akibat kebijakan itu, masyarakat menjadi panik karena khawatir uang mereka di bank hilang. Alhasil, rush terjadi juga pada bank-bank yang tidak terkena likuidasi. Kemudian untuk "menenangkan" masyarakat, pemerintah melalui Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, menyatakan, tidak akan ada likuidasi lagi.
27 Januari 1998 : Pemerintah menjamin semua simpanan nasabah bank baik bank swasta maupun bank pemerintah kecuali cabang-cabang bank asing. Kebijakan ini untuk meredakan kepanikan masyarakat. Berbarengan dengan itu, pemerintah juga membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang akan bertanggung jawab memperbaiki bank-bank yang saat ini dalam kondisi tidak sehat, dan tidak memiliki prospek kuat untuk pulih.
4 April 1998 : Pemerintah membekukan tujuh bank swasta nasional yaitu Bank Surya, Bank Subentra, Bank Istismarat, Bank Pelita, Bank Hokindo, Bank Deka, dan Bank Centris. Ketujuh bank ini dibekukan karena kinerjanya buruk, terutama karena telah menggunakan dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BI) melebihi 500 persen dari modal disetor, atau telah melebihi 75 persen dari aset bank.
28 Mei 1998: Bank Central Asia (BCA) diambil alih pemerintah melalui BPPN setelah sebelumnya dilanda rush. Keputusan pengambilalihan itu tertuang dalam Surat Keputusan BI No 31/31/ KEP/DIR tanggal 28 Mei 1998. Sejak saat itu sampai sekarang BCA berstatus sebagai Bank Take Over (BTO).
21 Agustus 1998 : Pemerintah membekukan lagi tiga bank swasta, yaitu Bank Umum Nasional (BUN), Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Pada saat yang sama pemerintah menguasai kepemilikan Bank Danamon, Bank Central Asia (BCA), Bank PDFCI, dan Bank Tiara Asia. Pemerintah juga mengumumkan merger empat bank pemerintah menjadi satu dalam Bank Mandiri, yaitu Bank Ekspor Impor Indonesia (BankExim), Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo).
21 September 1998: Penetapan batas waktu pengembalian dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pemilik lama bank beku operasi (BBO) dan bank take over (BTO), diminta untuk menyelesaikan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK) serta mengembalikan dana BLBI. Namun, batas waktu pengembalian BLBI diubah menjadi satu tahun. Menurut laporan BPPN tanggal 15 Mei 1998, dana BLBI yang telah diberikan kepada BDNI sebesar Rp 27,6 trilyun, Bank Danamon Rp 25,8 trilyun, BUN Rp 6,8 trilyun, Bank Modern Rp 2,1 trilyun, Bank Tiara Asia Rp 2,5 trilyun, dan BLBI untuk Bank PDFCI Rp 2,1 trilyun. Sedangkan yang telah diberikan kepada BCA tidak kurang dari Rp 30 trilyun.
30 September 1998: Pemerintah menetapkan ketentuan tentang program rekapitalisasi dalam rangka penyehatan perbankan. Program ini diberlakukan bagi semua bank termasuk bank-bank yang ditangani BPPN. Untuk menghitung kebutuhan dana untuk rekapitalisasi, pemerintah melakukan due diligence terhadap seluruh bank. Hasil due diligence bank dikelom-pokkan kedalam tiga kategori yaitu kategori A, B, dan kategori C. Kategori A, bank dengan CAR (capital adequacy ratio-perbandingan modal dengan aset tertimbang menurut risiko) empat persen ke atas tidak diikutsertakan dalam program rekapitalisasi. Kategori B, bank dengan CAR lebih kecil dari empat persen hingga minus 25 persen wajib diikutkan dalam program rekapitalisasi. Kategori C, bank dengan CAR di bawah minus 25 persen diberi kesempatan 30 hari untuk melakukan setoran modal atau memperbaiki kualitas aktiva produktifnya agar dapat dimasukkan dalam kelompok B. Apabila tidak dapat dipenuhi setelah batas waktu tersebut, maka bank-bank dalam kelompok ini akan "diselesaikan" secara bersama-sama oleh BI dan BPPN.
10 November 1998:Pola pengembalian BLBI akhirnya ditetapkan dalam tenggang waktu empat tahun. Jadwalnya, pada tahun pertama pemilik lama BBO dan BTO harus mengembalikan 27 persen dari jumlah kewajiban. Sisa kewajiban diselesaikan berturut-turut tiga tahun berikutnya dalam jumlah yang sama. Jumlah seluruh kewajiban pemilik lama BBO dan BTO sebesar Rp 111,286 trilyun.
19 November 1998: BI mengeluarkan juklak baru untuk penyehatan perbankan nasional. Hal itu dilakukan untuk mempercepat langkah-langkah penyehatan dan restrukturisasi perbankan. Juklak ini menindaklanjuti ketentuan yang dikeluarkan tanggal 12 November 1998, berupa penyempurnaan atas beberapa ketentuan di bidang perbankan. Ketentuan tersebut mencakup Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva Produktif (KAP), dan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
11 Februari 1999: Presiden BJ Habibie mengumumkan bahwa pemerintah akan mengumumkan langkah likuidasi atas sejumlah bank swasta nasional yang tidak bisa ikut dalam program rekapitalisasi perbankan oleh pemerintah. Langkah likuidasi ini terutama untuk bank-bank masuk kategori B dan C yang tidak memenuhi ketentuan seperti penyerahan tambahan modal oleh pemilik sebesar 20 persen.
26 Februari 1999:Pemerintah melalui Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita, menangguhkan pengumuman likuidasi bank-bank swasta ini, karena ketentuan yang ada belum mendalam dan transparan. (gun)
source : KOMPAS Sabtu, 27-02-1999
Sabtu, 30 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar