Sabtu, 30 Januari 2010

PDI-P Dituding Terima Rp 482,5 Milyar

Jakarta, Bernas
Tudingan skandal Bank Bali (BB) yang berhasil mengeruk dana Rp 546  milyar dan diduga  telibatkan elit pemerintahan, mulai dari Golkar,  anggota DPR, menteri hingga Presiden BJ habibie bisa jadi memang  terkait dengan politik. Tuduhan serupa kini menimpa PDI-P yang disebut  menerima dana Rp 482,5 milyar dari sejumlah konglomerat untuk mengegolkan Megawati menjadi presiden.    

Desas-desus PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri menerima dana  ratusan milyar untuk memenangkan Pemilu lalu dan SU MPR mendatang kini  kian santer. Bahkan, tuduhan tersebut seakan-akan menyambut lontaran Ketua Umum DPP PAN Amien Rais tentang dugaan adanya permainan uang oleh salah satu Parpol terbesar seperti halnya Golkar.   
 
Menanggapi tudingan tersebut, Wakil Bendahara PDI-P Noviantika Nasution ketika dikonfirmasi Bernas, Rabu (25/8) membantah. Ia justru  menduga, beredarnya desas-desus tersebut merupakan upaya dari kelompok  tertentu untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari skandal BB.
"Isu itu ada datanya nggak. Beda kan dengan kasus BB yang jelas datanya. Tuduhan itu tidak berdasar sama sekali. Ini hanya upaya pengalihan perhatian saja," tandasnya.
 
Beberapa pengusaha disebut memberi bantuan dana kepada PDI-P sebelum kampanye Pemilu lalu. Dana-dana dari para pengusaha inilah yang dijadikan 'senjata' bagi partai berlambang banteng kekar untuk memenangkan Pemilu.

Bahkan, bantuan itu hingga kini terus mengalir ke rekening PDI-P  dengan tujuan memenangkan SU MPR sekaligus mengantarkan Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri sebagai presiden mendatang. Ada beberapa  pengusaha bermasalah, bahkan dua anak mantan Presiden Soeharto yang  menjadi donatur. Para pengusaha yang bermasalah itu antara lain Liem Sioe Liong (Sudono Salim), Prajogo Pengestu, The Nin King, Hendra  Rahardja dan Ricardo Gelael. Selain itu, disebutkan juga Rudy Ramli  yang saat ini menjadi tersangka skandal BB juga ikut menyumbang dana  ke PDI-P.
   
Dua anak Soeharto yang diam-diam memberi bantuan belasan milyar rupiah  adalah Siti Hardiyanti Indra Rukmana (Mbak Tutut) dan Sigit Harjojudanto. Dari para donatur tersebut terkumpul dana sebesar Rp  482,5 milyar.
   
Dari jumlah dana tersebut, yang paling banyak menyumbang adalah Sudono Salim, yakni Rp 100 milyar. Di bawahnya secara berurutan adalah Prajogo Pangestu, The Nin King, Anthony Salim (anak Sudono Salim), Eka Tjipta Widjaya, Hendra Rahardja, Rudy Ramli, Mbak Tutut, Arifin Panigoro, Sigit Soeharto dan Ricardo Gelael.
   
Sumbangan dari dua anak Soeharto disebutkan sebesar Rp 22,5 milyar denga perincian Tutut sebesar Rp 10 milyar dan Sigit sebesar Rp 10  milyar. Tetapi tidak jelas kapan sumbangan kedua anak mantan penguasa Indonesia ini diberikan dan siapa pula fungsionaris DPP PDI-P yang menerimanya.
Dari catatan Bernas, jumlah sebesar Rp 482,5 milyar yang diterima PDI-P ini jauh lebih kecil dari jumlah yang diisukan sebelumnya. Dalam isu yang terkenal dengan sebutan Lippogate itu, dikabarkan PDI-P telah melakukan praktek yang hampir mirip dengan skandal BB yakni menerima dana sebesar Rp 1,2 trilyun.
   
Alihkan perhatian Menurut Noviantika, sebagai wakil bendahara, dirinya tahu persis partainya tidak pernah menerima bantuan dari para pengusaha tersebut. Selain itu, arus keluar masuk dana kampanye PDI-P ini telah diumumkan di media massa pada tanggal 18 Mei silam. Bahkan, saat diaudit tim dari KPU juga tidak ditemukan penyimpangan tersebut.
   
"Kami siap diaudit. Bahkan, kalau perlu, diselesaikan melalui jalur  hukum supaya jelas. Memang ada sumbangan donatur dari para kader kami sendiri termasuk Arifin Panigoro, bukan mereka, tetapi jumlahnya tidak  sebesar itu," tandasnya.
   
Secara terpisah, pengamat ekonomi Dr Syahrir menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia kian suram, karena terlalu banyak kasus korupsi.  "Korupsi di Indonesia mega berat. Bahkan, megawati sekalipun tidak  akan bisa mengatasi," kata Syahrir di Jakarta, Rabu (25/8).
   
Memburuknya korupsi di Indonesia terjadi sesudah jatuhnya Soeharto. Semakin besarnya ingkat korupsi itu terjadi karena institusi politik dan hukum tidak berfungsi. "Baik kepolisian, TNI dan kejaksaan, tidak berfungsi mengatur korupsi," ujar Syahrir.
   
Syahrir yakin bahwa keampuhan kebijakan ekonomi sudah tidak berfungsi pula. Bahkan bila pemerintahan baru terbentuk lusa, dia pesimis korupsi bisa diberantas.    
"Bila Mega jadi presiden, apakah dia mampu memberantas korupsi yang  mahaberat itu, tentu saja tidak," tegas dosen FE-UI ini.    
 
Ia menunjuk skandal BB tidak juga bis ditangani hingga kini.  "Bagaimana saya bisa yakin korupsi mega berat tingkat atas akan hilang, karena skandal BB kalau mau diusut cuma butuh waktu satu jam  saja," tukas Syahrir. (jj)
   
   Daftar nama donatur
   
   Sudono Salim (Liem Sioe Liong) Salim Group Rp 100 milyar
   Prajogo Pangestu (Phang Djun Phen) Barito Rp 80 milyar
   The Nin King Argo Pantes Rp 75 milyar
   Anthony Salim Salim Group Rp 60 milyar
   Eka Tjipta Widjaya (Oei Ek Tjhong) Sinar Mas Rp 45 milyar
   Hendra Rahardja BHS Rp 45 milyar
   Rudy Ramli (Hua Tong Tjing) Bank Bali Rp 40 milyar
   Siti Hardiyanti (Tutut Soeharto) Lamtoro Gung Rp 12,5 milyar
   Arifin Panigoro Medco Rp 10 milyar
   Sigit Hardjojudanto (Sigit Soeharto) Arseto Rp 10 milyar
   Ricardo Gelael Gelael Rp 5 milyar

0 komentar:

Posting Komentar