Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
KASUS BLBI LEBIH DAHSYAT
DARI SKANDAL BANK BALI
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI (Bagian I)PANITIA Kerja Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah bekerja menjelajahi pengucuran BLBI. Hasilnya tergolong prima. Ternyata DPR bisa juga bekerja secara mendalam dan mengungkap jalur-jalur BLBI. Panja pun bagai sedang melakukan due diligence (pemeriksaan mendalam dan menyeluruh) tingkat nasional. Terdapatlah puluhan nama, yang secara langsung atau tak langsung, diduga telah memungkinkan penyelewengan BLBI itu terjadi.
KALAU mau jujur, soal penyelewengan BLBI itu jauh lebih menggelegar dibandingkan skandal Bank Bali yang hanya menyangkut dana Rp 546 milyar. Puluhan trilyunan rupiah BLBI telah melenceng atau mungkin memang dilencengkan, persisnya Rp 89,67 trilyun atau 164 kali lebih banyak dari dana si skandal Bank Bali. Lihat pula nama-nama yang diduga terlibat, menyangkut Soeharto (saat berstatus presiden), pejabat, hingga puluhan bankir. Simaklah ringkasan laporan Panja tersebut.
* * *
ISTILAH BLBI secara resmi mulai dipakai Maret 1998, dan merupakan bantuan dana dari Bank Indonesia bagi perbankan nasional, yang dananya terkuras. Namanya saja BLBI tetapi jika dirinci hal itu merupakan kumpulan dari sejumlah fasilitas serupa dari BI ke perbankan.
Fasilitas itu adalah fasilitas saldo debet, fasilitas diskonto I, diskonto II, fasilitas Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), SBPU Khusus, fasilitas diskonto baru, dan dana talangan. Tak usah pikirkan arti istilah-istilah itu, pikirkanlah duit yang mengucur karena fasilitas itu dari BI ke perbankan dengan jumlah akhir Rp 144,536 trilyun.
Seandainya BLBI itu tidak diberikan, terdapat kemungkinan kerugian besar yang harus ditanggung pemerintah. "Namun, saat ini BLBI justru menjadi petaka bagi kita semua," demikian kutipan persis hasil Panja.
Terbukti, banyak bank pemerima BLBI tak selamat tetapi ditutup. Dampaknya, muncul timbunan utang bank ke Bank Indonesia yang belum bisa diselesaikan, dan malah dialihkan sebagai tagihan BI pada pemerintah (lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
Tambahan pula, antara BI dan Departemen Keuangan memiliki persepsi berbeda soal prosedur dan aspek lainnya menangani penyaluran BLBI. Akibatnya auditor seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tak memberikan opini soal BLBI. Istilah yang diberikan hanya disclaimer ( penyangkalan).
Lepas dari itu, BLBI telah menjadi beban rakyat Indonesia, karena harus memikul pembayaran bunga obligasi (untuk penyuntikan modal perbankan yang dilakukan pemerintah) lewat APBN, yang juga terpaksa mencatut sebagian pungutan pajak dari warga bangsa Indonesia. Page 1 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
Dari temuan BPK, jumlah BLBI yang disalurkan ke perbankan adalah Rp 164.536,10 milyar (atau Rp 164 trilyun lebih). Dari jumlah itu, hanya Rp 74.866,06 milyar yang layak dialihkan ke BPPN. Sebesar Rp 80.248,36 milyar tidak layak dialihkan, sementara Rp 9.421,64 milyar tak jelas statusnya.
Status tidak jelas, disebabkan adanya permasalahan pada dana talangan atas simpanan nasabah di bank berbentuk dollar AS. Juga ada ketidakjelasan soal tagihan antarbank-yang juga ditanggung lewat BLBI-yang tak jelas juntrungannya.
* * *
SEHUBUNGAN dengan semua itu, Panja BLBI memanggil Bank Indonesia, bank-bank penerima BLBI, pejabat yang membuat kebijakan soal BLBI, serta para bankir. Pemanggilan didasarkan pada niat agar dilakukan proses hukum untuk menindak penyeleweng itu, untuk memenuhi asas keadilan dan rasa keadilan bagi masyarakat.
Panja pun meninjau berbagai instansi yang berkaitan dengan BLBI, termasuk melihat langsung lembaga kliring serta penjelasan audio visual tentang sistem kliring di BI. Juga dilacak dokumen-dokumen di BI yang berkaitan dengan BLBI.
Pejabat BI yang dimintai keterangannya antara lain Syahril Sabirin, Aulia Pohan, Achjar Iljas, Iwan Ridwan Prawiranata, Miranda Swaray Goeltom, Dono Iskandar, serta sejumlah pejabat BI setingkat Kepala Bagian hingga ke atasnya untuk memperoleh masukan.
Pihak BPPN juga dimintai penjelasan, termasuk para auditor seperti BPK, BPKP, dibantu auditor internasional Klynvield Peak Marwick Goedeler (KPMG). Peran auditor itu p enting untuk mengetahui gambaran tentang standar akuntansi yang dipakai Bank Indonesia untuk mengetahui pelaksanaan penyaluran BLBI.
Pejabat internal audit BI Micky A Mendean, Ahmad Rizal, Ibrahim Palesang, juga dipanggil dengan maksud memperoleh masukan soal audit internal di BI dalam proses pemberian BLBI. Para mantan Menkeu termasuk Fuad Bawazier dan Bambang Subianto juga dipanggil, demikian pula para mantan direksi BI.
Direksi dan komisaris bank juga dipanggil yakni dari Bank Central Asia (termasuk Anthony Salim), Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Danamon, Bank Umum Nasional. Tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang penggunaan BLBI di bank-bank penerima. Panja BLBI menghabiskan waktu antara 1 sampai 27 Februari 2000 untuk melakukan serangkaian rapat.
Dalam pertemuannya dengan BPK, didapatkan berbagai hasil atas audit BPK atas BI untuk tahun buku mulai 1 April 1998 hingga 31 Maret 1999 khusus untuk BLBI yang mencapai Rp 161,655 trilyun. Pada tahun buku 1 April sampai dengan 14 Mei 1999, ditemukan dana BLBI sebesar Rp 173,309 trilyun. Dari total jumlah itu, Rp 144,536 telah dituangkan ke dalam bentuk surat utang pemerintah.
Atas audit pada tumpukan-tumpukan BLBI itu, BPKP tidak memberikan opini. BPKP tidak dapat meyakini penyajian jumlah BLBI yang ada di neraca Bank Page 2 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
Indonesia, karena lemahnya struktur pengendalian internal BI atas penyaluran BLBI. Hal itu berkaitan dengan aturan mengenai otoritas (termasuk soal pengucuran BLBI) yang tidak berfungsi secara benar.
Penyelenggaraan administrasi dan dokumentasi BLBI tidak tertib sehingga menyebabkan kesulitan untuk menemukan data dan informasi yang diperlukan untuk mendukung terciptanya sistem pengawasan yang independen.
Dalam mekanisme kliring misalnya, ada beberapa bank yang mencoba melakukan penarikan terhadap simpanan dari kelompok perusahaannya di bank tersebut, yang sebetulnya tidak boleh dilakukan, jika sistem peringatan dini di BI berfungsi baik. Anehnya, hal itu bisa terjadi di bank yang sudah memiliki utang yang lebih besar di BI, dari piutangnya.
Dari BPKP, Panja juga menemukan bahwa penyaluran BLBI telah mengabaikan ketentuan di BI sendiri, khususnya untuk peyimpangan BLBI sebesar Rp 79,8 trilyun. Juga ditemukan, ada bank-bank penerima BLBI yang telah melakukan penyalahgunaan BLBI, tetapi tidak dikenakan penghentian kliring oleh BI.
Juga ditemukan, dari total BLBI yang sudah terlanjut mengucur, hanya 29,4 persen jaminan dari perbankan yang layak untuk jaminan utang BLBI. BPKP juga menemukan, ada peluang besar bagi bank untuk mengalokasikan dana BLBI secara tidak benar.
Dari KPMG, Panja juga mendapatkan indikasi terjadi pelanggaran penyaluran BLBI. Sistem dan prosedur di BI, tidak mendukung pengawasan dan pengendalian serta pengamanan terhadap proses penyaluran BLBI. Juga ditemukan indikasi penyimpangan, bahkan menjurus pada tindak pidana kejahatan perbankan.
KPMG juga melaporkan, dihadapi kesulitan dalam pemeriksaan BLBI karena setiap dua minggu sekali BI sengaja menghilangkan atau menghapuskan data kliring. Selama melakukan audit, KPMG juga secara formal tidak diperbolehkan melakukan wawancara langsung dengan staf Bank Indonesia, sehingga pekerjaan konsultan KPMG sangat tergantung pada data hasil audit BPK. KPMG juga menemukan peraturan di BI yang selalu berganti-ganti, terutama periode Agustus 1997 hingga Januari 1998, saat pengucuran BLBI terjadi.
* * *
PANJA juga mendapatkan informasi dari pejabat audit internal BI, yang mengatakan pada dasarnya mereka telah melakukan pemeriksaan yang berpedoman pada peraturan yang ada. Pejabat itu juga mengakui perubahan sejumlah peraturan di BI, karena kebijakan pemerintah sebagai otoritas moneter untuk tidak menutup bank atau tidak menghentikan kliring perbankan. Alasannya, hal itu dilakukan karena berpijak pada keputusan Sidang Kabinet Khusus Bidang Ekuin, 3 September 1997.
Gubernur BI juga mengatakan, bank-bank tak ditutup atau skorsing tak dikenakan karena berpihak pada keputusan sidang yang dipimpin mantan Presiden Soeharto itu.
Page 3 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
Pejabat audit internal BI juga mengakui, temuan-temuan tentang adanya pelanggaran atas Surat Edaran BI tentang pelaksanaan penyaluran BLBI, karena kebijakan pemerintah di atas telah dimasukkan pula ke dalam kesepakatan RI-IMF. Pejabat itu juga mengakui hasil audit BPKP atas neraca BI, yang mengatakan ada kelemahan pada audit internal BI.
Panja juga mendapatkan keterangan dari para mantan Menteri Keuangan, Mar'ie Muhammad, Bambang Subianto, dan Fuad Bawazier. Ditemukan, kunci permasalahan BLBI yang kronis bermula dari keputusan Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi Keuangan Wasbang dan Prodis, saat Soeharto memberikan instruksi pada Menkeu (dijabat Mar'ie Muhammad) dan Gubernur BI (ketika itu dijabat J Soedradjad Djiwandono).
Instruksinya, bank-bank nasional yang sehat tetapi mengalami kesulitan likuiditas untuk sementara agar dibantu. Bank-bank yang tidak sehat supaya digabungkan, atau dilakukan akuisisi oleh bank sehat terhadap bank sakit. Jika itu tidak berhasil agar dilakukan likui-dasi tetapi dengan mengamankan semaksimal mungkin dana deposan.
* * *
NAMUN demikian dari para mantan Menkeu itu, juga diperoleh informasi soal indikasi adanya permainan di kalangan aparat BI. Dengan berlindung di balik Undang-Undang No 7 Tahun 1992 (kini sudah diganti)-terutama soal kerahasiaan-BI melakukan tindakan-tindakan sendiri dalam menentukan penyaluran BLBI.
Lobi pemilik atau pengurus bank, telah membuat penyaluran BLBI bagai tidak terkendali dan tak terkoordinir. Soal itu, pejabat Menkeu sudah berkali-kali meminta BI memberikan data yang sesungguhnya tentang berapa dana BLBI yang sudah dikeluarkan. Akan tetapi, hal itu tidak bisa ditembus berdasarkan ketentuan BI soal kerahasiaan bank.
Sengaja atau tidak, demikian informasi tambahan dari mantan Menkeu itu, nampaknya ada kelemahan BI dalam melakukan pengawasan perbankan. Itu terlihat dari lemahnya penegakan hukum dan aturan soal perbankan yang dilakukan BI selaku otoritas moneter.
Itulah penyebab utama krisis perbankan, yakni perbankan yang rapuh dan digerogoti sendiri oleh pemiliknya maupun digerogoti keadaan. Hukum perbankan, yang merupakan bisnis lembaga kepercayaan, ternyata tidak ditegakkan.
Sejak tahun 1995, para mantan Menkeu itu kesulitan mendapatkan data dan verifikasi BI mengenai BLBI dan angka-angka penjaminan atas bank-bank yang berstatus diambil alih (bank take over/BTO). Dalam pengambilan keputusan soal BLBI, BI selalu meninggalkan/ tidak melibatkan pemerintah/ Departemen Keuangan.
Dicontohkan, pada saat bersamaan dengan pengucuran BLBI, Bank Indonesia melakukan intervensi valuta asing tanpa berkonsultasi dengan Menkeu. Bahkan BI melakukan pencairan BLBI, sehingga berdampak pada semakin merosotnya nilai kurs rupiah terhadap dollar AS. Namun Panja menilai, Dewan Moneter dipimpin Menkeu Page 4 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
yang di dalamnya BI hanya menjadi anggota, karena itu perlu diklarifikasikan lebih lanjut.
Lepas dari itu, para mantan Menkeu menolak bertanggung jawab atas penyaluran BLBI dan mengatakan tanggung jawab penuh ada di BI. (Terkesan ada upaya cuci tangan karena pada saat itu BI adalah bagian dari pemerintah).
* * *
SEMENTARA informasi dari mantan pejabat BI, antara lain disebutkan sejak deregulasi perbankan Oktober 1988 (Pakto '88), pertumbuhan perbankan berlangsung pesat. Situasi ekonomi yang buruk pada tahun 1997, apalagi setelah likuidasi atas 16 bank, terjadi serbuan nasabah (rush) atas simpanannya di bank.
Krisis ekonomi ditambah krisis politik yang sebelumnya tak dibayangkan dahsyat, BI menyalurkan BLBI untuk mencegah kehancuran. Mantan pejabat BI itu juga menemukan aset-aset perbankan sangat tidak realistis dibandingkan dengan jumlah BLBI yang diterima.
Berkaitan dengan indikasi penyimpangan BLBI, BI membentuk tim investigasi dengan tujuan meneliti lebih dalam soal indikasi tindak pidana dalam perbankan termasuk dalam rangka BLBI. Untuk itu, menurut mantan Gubernur BI, BI telah memberi data soal bank terhadap pemerintah, karena pemerintah yang berhak melakukan likuidasi.
Sementara itu, pejabat Deputi Gubernur BI sekarang juga bercerita. Penyaluran BLBI adalah merupakan hasil dari komitmen pemerintah untuk membayari dana nasabah bank bangkrut. Atas BLBI yang dikucurkan itu, telah diterbitkan surat utang Rp 80 trilyun, yang merupakan pegangan BI atas BLBI untuk ditagih ke pemerintah.
Bank Indonesia juga meminta jaminan berupa tanah, bangunan termasuk jaminan pribadi maupun perusahaan milik bankir. Atas jaminan itu, BI memandang perlu dilakukan suatu simulasi perhitungan atas penjualan jaminan-jaminan itu, dengan memperhatikan proses penjualan aset yang diserahkan oleh pemilik/bank sesuai dengan adanya MSAA (master of settlement for agreement and acquisition). (mon/har)
Page 5 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
Grafik
BESARNYA KEWAJIBAN PEMILIK LAMA BBO DAN BTO
(DALAM MILYAR RUPIAH)
47.751--------------------------------------------------GRUP BCA
28.408---------------------------------GRUP BDNI
12.322--------------------GRUP DANAMON
6.159-----------GRUP BUN (1)
7.839---------------GRUP BUN (2)
2.594-------GRUP PELITA
206-GRUP DEKA
2.499-------GRUP MODERN
735---GRUP CENTRIS
539--GRUP ISTIMARAT
1.887----GRUP SURYA/ SUBENTRA
347-GRUP HOKINDO
Keterangan : BBO= Bank Beku Operasi, BTO= Bank Take Over
(1) Mohamad (Bob) Hasan,
(2) Kaharuddin Ongko
Sumber : Panja BLBI/BPPN
Page 6 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
SEJUMLAH TOKOH BERSILAT LIDAH,
SOEHARTO MENGINTERVENSI
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI (Bagian II)
TULISAN ini adalah bagian kedua dari ringkasan hasil pengumuman Panitia Kerja (Panja) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tentang bencana trilyunan dana, yang sebagian menguap entah ke mana. Tulisan sebelumnya, berisikan sejumlah narasumber Panja BLBI yang sebagian nada penuturannya sudah mengarah pada dugaan adanya tindak pidana kejahatan perbankan, dalam kaitannya dengan penyaluran BLBI. Berikut lanjutan dari ringkasan tersebut.
* * *
JAKSA Agung Marzuki Darusman adalah juga termasuk narasumber Panja BLBI, terutama soal nasib penanganan lebih lanjut soal dugaan penyelewengan dana BLBI. Pemanggilan jaksa agung, juga erat kaitannya dengan pemanggilan sejumlah bankir tahun 1999, yang juga ada kaitannya dengan BLBI namun hingga kini masih bebas berkeliaran. Intinya dari Marzuki Usman diminta masukan soal aspek hukumnya.
Dalam pertemuan dengan Panja BLBI Marzuki mengatakan, pemerintahan sekarang dituntut menjunjung tinggi supremasi hukum. Konsekuensinya, semua tindakan pelanggaran hukum harus diselesaikan melalui proses hukum pula.
Akan tetapi pemerintah dihadapkan pada kondisi bahwa lembaga peradilan (judicial court) bukan jaminan untuk mengamankan aset-aset negara dalam rangka mengembalikan kekayaan negara, yang ada di tangan swasta, dengan jumlah yang sangat besar dan diperlukan untuk melanjutkan pembangunan.
Sehubungan dengan itu, sejumlah instansi pemerintah-Jaksa Agung, Kapolri, Menkeu, Gubernur BI, Ketua BPPN, dan Menko Wasbang (saat dijabat Hartarto)-telah mengeluarkan kebijakan dalam menangani masalah kejahatan perbankan. Penanganan itu termasuk soal pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK), yang diharapkan bisa mengembalikan kerugian negara terutama BLBI.
Soal pengikatan jaminan dari pemilik bank untuk pengembalian kerugian (BLBI)-lewat skema master of settlement for agreement and acquisition (MSAA/pengikatan jaminan utang dengan menguasai aset-aset pemilik bank pemakai BLBI)-diperlukan dukungan Komisi II dan IX DPR; singkatnya untuk mendapatkan dukungan politis. Hal itu perlu agar bisa dijadikan pegangan oleh Kepolisian dan Kejaksaan Agung, untuk mencapai law enforcement.
Namun, di samping itu Kejaksaan Agung telah melakukan kerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kepolisian untuk audit investigasi. Audit investigasi, bertujuan untuk mencari pelaku penyeleweng BLBI.
Sementara dari BPPN diperoleh informasi bahwa pengikatan pemilik bank, lewat skema MSAA diusahakan agar utang-utangnya dikembalikan secara tunai atau saham yang likuid. BPPN menyimpulkan, BLBI diberikan kepada bank karena diserbu
Page 7 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
nasabah tetapi juga kepada bank yang kekurangan dana tetapi kreditnya dikucurkan banyak-banyak ke kelompok sendiri.
Aset bank penerima BLBI yang berada di dalam penguasaan BPPN-sebagai jaminan utang BLBI yang ditimpakan ke BPPN yang kemudian berutang ke Bank Indonesia-dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yakni, aset bank sendiri (49 bank telah menyerahkan asetnya), aset pemegang saham bank (senilai Rp 107 trilyun), aset kepemilikan di 20 bank yang diambil pemerintah (bank take over).
Panja juga memintai pendapat pejabat Dewan Pemantapan dan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK). DPKEK mengatakan tidak mengetahui instansi mana yang bertanggung jawab atas perhitungan atau verifikasi dana BLBI sebesar Rp 80 trilyun, sebagaimana diputuskan dalam Keppres No 55 Tahun 1998 (soal penerbitan surat utang pemerintah, atas BLBI yang dikucurkan ke perbankan).
Widjojo Nitisastro, yang juga pernah menjabat di DPKEK berujar soal kelemahan-kelemahan seperti pengawasan perbankan di BI yang lemah. Juga ada banyak pinjaman luar negeri perbankan swasta, yang ditarik tanpa sepengetahuan bagian pengawasan Bank Indonesia. Widjojo juga menyatakan perlu dilakukan audit investigasi secara forensik terhadap sejumlah bank yang diduga melakukan kejahatan mafia perbankan.
Ginandjar Kartasasmita selaku Menko Ekuin, yang juga dipanggil Panja, mengatakan tidak mengetahui masalah perhitungan BLBI yang terjadi. Dia menyarankan, agar soal BLBI ditelusuri dan ditanyakan kepada pakar yang berkompeten.
Dalam pemanggilan ulang terhadap Ginandjar, Panja mendapatkan informasi bahwa Ginandjar tidak mengetahui lahirnya Keppres No 55/1998, saat Ginandjar menjabat sebagai Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Dia mengatakan, ketika dilantik pada bulan Maret 1998 sebagai Menko Ekuin, Keppres itu sudah ada. Dari Ginandjar juga didapat informasi bahwa Menteri Keuangan (saat dijabat Bambang Subianto) tidak puas terhadap jumlah BLBI yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan meminta verifikasi data BLBI, yang sampai sekarang verifikasi itu belum dilakukan oleh Bank Indonesia.
Dari mantan Menkeu Bambang Subianto, diperoleh informasi bahwa penyaluran dana BLBI apa pun bentuknya adalah diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Bicara soal kriteria penyaluran BLBI, Bambang mengatakan seharusnya antara Departemen Keuangan dan Bank Indonesia duduk bersama untuk melihat semua aturan untuk diinventarisir dan dikaji untuk kemudian disepakati. Hal itu tidak bisa dilakukan karena Menkeu kemudian lengser.
Namun demikian dikatakan bahwa kriteria BLBI harus mengacu pada semua peraturan-peraturan yang ada, untuk itu kita tinggal menyesuaikan saja dengan peraturan yang ada. Namun demikian diakui, terjadi kesemrawutan administrasi pada masa krisis. Itu adalah suatu kenyataan yang harus diperbaiki.
Page 8 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
Bambang Subianto juga menyinggung soal perlunya data tentang dana BLBI untuk diverifikasikan dan direkonsiliasikan. Soalnya, BLBI itu kemudian dialihkan menjadi surat utang pemerintah (lewat BPPN yang ada di bawah Depkeu) ke Bank Indonesia. Yang menjadi masalah, tidak ada ketegasan soal rekonsiliasi data BLBI, meski sudah sejak lama Depkeu menginginkan rekonsiliasi data BLBI yang layak dialihkan ke pemerintah.
Menjawab porsi BI, Panja juga memanggil Gubernur BI Syahril Sabirin, bahkan dilakukan pemanggilan ulang. Menurut Syahril, Bank Indonesia sudah menyetujui dilakukan verifikasi soal data BLBI-yang layak dialihkan menjadi surat utang pemerintah-yang diisyaratkan Menkeu. Namun dia tidak menyebutkan sejauh mana kelanjutan verifikasi.
Demikian juga soal kesepakatan mengenai kriteria/pengertian terhadap penyaluran BLBI pada saat krisis. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia melihat, kebijakan pemerintah yang lebih tinggi dibandingkan dengan aturan teknis Bank Indonesia, telah dijadikan BI sebagai dasar penyaluran BLBI tersebut.
Kebijakan pemerintah lebih tinggi yang dimaksudkan BI adalah, pernyataan mantan Presiden Soeharto tanggal 15 Januari 1998, bahwa bank-bank yang mungkin bisa diselamatkan agar ditolong. Juga ada kesepakatan RI-IMF pada bulan Januari 1998 agar BI menutupi kekalahan kliring dana dari bank-bank, dengan BLBI. Acuan lainnya adalah Keppres 26/ 1998 tentang penjaminan.
Namun soal aturan, kriteria, dan verifikasi yang semrawut itu sebenarnya adalah sesuatu hal yang juga memiliki argumentasi. Mantan Gubernur BI, J Soedradjad Djiwandono-yang tidak pernah mau diajak main golf oleh pengusaha itu-pernah mengatakan, kecepatan adalah hal yang esensial di masa krisis.
Artinya, dalam keadaan ekonomi tak normal, termasuk akibat gejolak dahsyat politik, serbuan tak habis-habisnya dari nasabah perbankan, membuat pengeluaran kebijakan secara akurat adalah teramat penting. Namun harap dimengerti, katanya, dalam kecepatan dan bahkan mungkin ketergesa-gesaan di masa krisis yang dahsyat itu, akurasi kebijakan mungkin terabaikan.
Lepas dari itu, meski bekerja bagai diburu waktu, Syahril Sabirin mengatakan sebenarnya sudah ada kriteria untuk menutup bank. Kriteria itu diperlukan, sehubungan dengan gugatan Panja, mengapa bank-bank bangkrut dan meningkat utangnya di BI, terus saja diberi BLBI. Bahkan kepada bank-bank bertinta merah itu, diterbitkan Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK)-pengganti utang BLBI yang diterima perbankan.
Menurut Syahril, kriteria untuk menutup bank itu adalah bank kategori C-pemilik capital adequacy ratio (CAR-perbandingan antara modal dengan aset tertimbang menurut risiko) di bawah negatif 25 persen. Jenis bank lain yang ditutup adalah, bank kategori B-pemilik CAR di atas-25 persen hingga di bawah empat persen-karena pemiliknya tidak bisa menyetor modal tambahan baru, sebesar 20 persen dari kebutuhan modal yang diperlukan.
Page 9 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
Kekecualian soal penutupan bank, dilakukan terhadap bank yang berada di kategori B, yang tidak mampu menyetor modal tambahan sebesar 20 persen, tetapi punya banyak cabang (ada tujuh bank).
Berdasarkan persetujuan Soeharto, BI menerbitkan SBPUK-konversi utang BLBI dari perbankan ke Bank Indonesia-kepada bank-bank yang memenuhi syarat sesuai ketentuan hasil rapat direksi BI tanggal 30 Desember 1997 dan Surat Direksi Bank Indonesia Nomor: 30/50/DIR/ UK.
Syarat dan ketentuan itu adalah, bank yang bisa menerima SBPUK adalah yang memiliki CAR di atas dua persen. Saat itu, Bank Utama-antara lain dimiliki Hutomo Mandala Putra-memiliki CAR kurang dari dua persen. Namun kepada Bank Utama, tetap diterbitkan SBPUK.
Hal itu disebabkan Soeharto melakukan intervensi dengan memberi perintah kepada BI. Bank Utama yang direncanakan merger dengan Bank RSI juga tidak terealisasikan.
* * *
MANTAN Mensesneg Moerdiono juga dipanggil bahkan dua kali. Dari dia diperoleh keterangan bahwa Kabinet Pembangunan di masa lampau bekerja erat satu sama lain. Dalam melaksanakan koordinasi, komunikasi melalui telepon merupakan hal yang biasa dilaksanakan pada saat itu. Alasannya karena waktu yang digunakan untuk berkomunikasi relatif lebih singkat atau sedikit dibanding jika komunikasi dengan mengadakan pertemuan langsung yang tentunya akan memakan banyak waktu.
Moerdiono yakin bahwa kebijakan pemberian BLBI adalah suatu kebijakan yang benar dan dalam hal ini perlu dibedakan antara tataran kebijakan dan tataran pelaksanaan. Kalau secara kebijakan terjadi kesalahan, yang dihukum adalah pemerintah dengan hukuman politik.
Dalam pelaksanaan kebijakan, katanya, bisa saja terjadi kesalahan. Namun itu harus diukur dengan aturan-aturan dan kriteria-kriteria, yang mestinya dibuat oleh Bank Indonesia.
Moerdiono juga berpendapat, kebijakan soal BLBI itu adalah hak presiden berdasarkan UU Perbankan yang berlaku waktu itu. Kalau policy-salah, tidak bisa dihukum secara pidana tetapi dihukum secara politik dan itu bisa dilakukan jika ada pelanggaran terhadap hukum positif yang berlaku.
Secara pribadi, Moerdiono menyatakan bahwa kebijakan pemberian BLBI dipahami sepenuhnya oleh presiden (Soeharto) dan presiden setuju sepenuhnya.
Sehubungan dengan itu, Panja juga memanggil Soeharto. Namun Soeharto tidak bisa memenuhi panggilan Panja karena alasan dalam kondisi sakit. Ketua Panja pun didampingi beberapa anggota lainnya, datang ke Jalan Cendana No 8 Jakarta, tempat kediaman Soeharto dan mereka ditemui Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut), dan tim pengacaranya disertai dokter pribadi Soeharto, Agus Sucipto. Menurut Tutut dan Agus Sucipto ingatan Pak Harto masih sangat terganggu. (mon/har)
Page 10 dari 24
Ringkasan Pengumuman Panja BLBI
NAMA-NAMA BANK PENERIMA BLBI
No | Nama Bank | Jumlah | Jaminan | Kekurangan Jaminan | |||
Kelompok BDL | |||||||
1 | Bank Umum Majapahit | 8.554.789.643 | - | - | |||
2 | South East Asia Bank | 899.399.023.306 | - | - | |||
3 | Bank Jakarta | 210.994.000.000 | - | - | |||
4 | Bank Mataram | 336.763.209.867 | - | - | |||
5 | Bank Kosagraha Sejahtera | 201.812.714.291 | - | - | |||
6 | Bank Astria Raya | 578.918.260.699 | - | - | |||
7 | Bank Dwipa | 110.105.997.131 | - | - | |||
8 | Bank Pinaesaan | 681.084.490.920 | - | - | |||
9 | Bank Industri | 511.470.229.327 | - | - | |||
0 | Bank Anrico | 210.080.728.376 | - | - | |||
11 | Bank Citrahasta Sejahtera | 201.802.166.935 | - | - | |||
12 | Bank Umum | 1.687.349.515.373 | - | - | |||
13 | Bank Guna International | 251.055.008.000 | - | - | |||
14 | Bank Harapan Santosa | 3.866.182.312.852 | - | - | |||
15 | Bank Pacific | 2.133.366.434.840 | - | - | |||
Ke1lompok BTO | |||||||
16 | Bank PDFCI | 1.995.000.000.000 | 99.835.350.358 | 1.895.164.649.642 | |||
17 | Bank Central Asia | 26.596.277.206.758 | 4.009.573.914.630 | 22.586.703.292.128 | |||
18 | Bank Tiara Asia | 2.978.093.092.511 | 1.272.067.187.491 | 1.706.025.905.020 | |||
19 | Bank Danamon | 23.049.525.976.568 | 3.259.997.736.700 | 19.789.528.139.868 | |||
Kelompok BBO | |||||||
20 | Bank Deka | 152.918.237.345 | 99.072.220.000 | 53.846.017.345 | |||
21 | Bank Modern | 2.557.694.819.863 | 1.791.275.720.796 | 766.419.099.067 | |||
22 | Bank Subentra | 860.853.021.075 | - | 860.853.021.075 | |||
23 | Bank Pelita | 1.989.832.331.911 | 95.008.517.574 | 1.894.823.814.337 | |||
24 | Bank Centris | 629.624.459.127 | 170.648.980.000 | 458.975.479.127 | |||
25 | Bank Hokindo | 214.228.744.913 | 95.263.983.000 | 118.964.761.913 | |||
26 | Bank Istismarat | 520.236.370.939 | 4.791.429.999 | 515.444.940.940 | |||
27 | Bank Umum Nasional | 12.067.961.714.246 | 1.330.805.635.350 | 10.737.156.078.896 | |||
28 | Bank Surya | 1.653.836.353.167 | 101.295.002.000 | 1.552.541.351.167 | |||
29 | BDNI | 37.039.767.087.374 | 5.433.883.222.000 | 31.605.881.865.374 | |||
Kelompok BBKU | |||||||
30 | Bank Lautan Berlian | 240.816.707.107 | 177.243.608.250 | 63.575.098.857 | |||
31 | Bank Aken | 301.317.547.368 | 176.644.226.116 | 124.673.321.252 | |||
32 | Bank Central Dagang | 1.403.491.012.593 | 82.150.577.800 | 1.321.340.434.793 | |||
33 | Bank Pesona (Utama) | 2.334.896.340.396 | 651.405.531.929 | 1.683.490.808.467 | |||
34 | Bank Umum Servitia | 361.976.074.127 | 361.976.074.127 | - | |||
35 | Bank Bira | 4.018.235.975.547 | 1.330.522.507.500 | 2.687.713.468.047 | |||
36 | Bank Asia Pacific | 2.054.975.373.845 | 1.500.531.817.303 | 554.443.556.542 | |||
37 | Bank Intan | 401.548.130.882 | 15.370.640.000 | 386.177.490.882 | |||
38 | Bank Sewu | 642.246.371.029 | 48.203.388.500 | 594.042.982.529 | |||
39 | Bank Dagang Industri | 481.547.612.095 | 32.571.229.000 | 448.976.383.095 | |||
40 | Bank Tata | 221.276.272.725 | 6.905.000.000 | 214.371.272.725 | |||
41 | Bank Papan Sejahtera | 928.910.769.285 | 443.357.393.520 | 485.553.375.765 | |||
42 | Bank Baja International | 35.769.415.803 | 65.130.000.000 | (29.360.584.197) | |||
43 | Bank Ficorinvest | 917.853.312.385 | 6.000.000.000 | 911.853.312.385 | |||
44 | Bank Dewa Rutji | 609.408.426.570 | 304.731.575.000 | 304.676.851.570 | |||
45 | Bank Danahutama | 184.817.694.158 | 94,245.423.181 | 90.572.270.977 | |||
46 | Bank PSP | 1.938.944.815.970 | 334.349.000.000 | 1.604.595.815.970 | |||
47 | Bank Uppindo | 242.955.792.127 | 2.803.164.000 | 240.152.628.127 | |||
48 | Bank Nusa Nasional | 3.020.318.553.161 | 1.121.647.671.618 | 1.898.670.881.543 | |||
Jumlah Total | 144.536.094.394.531 | 24.157.333.653.615 | 120.378.760.740.916 |
Keterangan :
BBO : Bank Beku Operasi
BDL : Bank Dalam Likuidasi
BTO : Bank Take Over
BBKU : Bank Beku Kegiatan Uasaha
BLBI : Kumpulan Dari Semua Jenis Bantuan Bangk Indonesia
Sumber : Panja BLBI/Audit BPK
bersambung
0 komentar:
Posting Komentar